.

Mendeteksi Aliran Sesat Melalui Definisi Puasa

ROMADHON.ID, TANJUNG ENIM - Definisi Puasa Puasa lebih sering disebut dengan shiyam. Secara etimologi, shiyam adalah menahan. Seorang pakar linguistik, Ibnu Mandzur lebih jauh menyatakan, shaum adalah meninggalkan makan, minum, nikah (hubungan suami istri) dan perkataan. Definisi ini juga didukung oleh Ibnu Sayyidih dalam kitabnya al-Muhkam. Yang dimaksud dengan menahan perkataan atau pembicaraan adalah pembicaraan yang tidak ada manfaatnya seperti dusta, mengadu domba dan ghibah, yang dalam hadits disebut dengan al-Zur. Hal ini berdasarkan hadits Abu Hurairah ra, bahwa Rasulullah SAW bersabda:  “Barangsiapa tidak meninggalkan ucapan al-zur dan perbuatan al-zur, niscaya Allah tidak memerlukan usaha dirinya dalam meninggalkan makanan dan minumannya (shaum).” (HR. Bukhari). Dan juga hadits lain, di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad,  bahwa Rasulullah saw bersabda: “Berapa banyak orang yang berpuasa sementara yang didapatkannya hanyalah lapar dan dahaga”. Berdasarkan hadits tersebut dan sejenisnya, sebagian kalangan menyatakan bahwa ghibah bisa membatalkan puasa dan wajib melakukan qadha (ganti) pada hari selanjutnya. Di antara kalangan yang berpendapat demikian adalah ‘Aisyah, Auza’i dan Sufyan al-Tsauri. Namun, pendapat yang benar adalah pendapat jumhur ulama yang menyatakan bahwa ghibah tidak membatalkan puasa dan tidak mengharuskan qadha. Akan tetapi, ia bisa merusak nilai dan pahala puasa. Dengan demikian, jumhur ulama Ahlus Sunnah tidak memasukan menahan perkataan bagian dari definisi shiyam. Oleh sebab itu, definsi shiyam secara terminologi adalah –salah satunya yang disampaikan Ibn Qudamah- menahan diri dari hal-hal yang membatalkan mulai dari terbit fajar kedua hingga terbenam Matahari. Yang dimaksud dengan menahan diri dari yang membatalkan, menurut jumhur ulama adalah menahan diri dari tiga hal, yaitu; makan, minum dan berhubungan suami-istri. Sekte-Sekte Menyimpang Dari definisi ini kita mendapatkan ada beberapa kalangan yang menyimpang. Di antaranya adalah: 1. Bahaiyah. Sekte ini merupakan sebuah gerakan yang lahir dari aliran Syiah pada tahun 1260 H-1844 M dibawah pengayoman penjajah Rusia, Yahudi internasional dan penjajah Inggris, dengan tujuan merusak akidah Islam dan memecah belah barisan kaum muslimin. Pendirinya adalah Mirza Ali Muhammad Ridha asy-Syirazi, 1235-1266/ 1819-1850 M. Aliran ini berakar kepada Rafidhah Imamiyah  dan mayoritas penganut aliran ini hidup di Iran. Adapun di Indonesia, aliran ini masuk pada tahun 1953-an dan pemimpinnya mati pada 10 Februari 1997. Dar al-Ifta` Mesir telah mengeluarkan fatwa bahwa Baha`iyah adalah aliran yang keluar dari syariat Islam dan memerangi Islam dan para pengikutnya adalah orang-orang kafir. Fatwa yang sama dikeluarkan oleh Majma’ al-Fiqhi al-Islami yang menginduk kepada Rabithah al-Alam al-Islami. Berkaitan dengan ideologi kalangan ini dalam masalah puasa adalah; mereka mempunyai 19 bulan. Masing-masing bulan mempunyai 19 hari. Mereka melakukan puasa pada bulan yang ke-19 yang disebut dengan bulan ‘Ala. Atau, puasa mereka bertepatan dengan 2 Maret hingga 21 Maret.  Jadi, mereka hanya puasa selama 19 hari dan bukan pada bulan Ramadhan. Ideologinya yang lain adalah sebagaimana yang disebutkan seorang pemikir Islam Sayyid Hussain al-‘Affani; dari terbit fajar hingga terbenam matahari boleh melakukan hubungan suami istri kecuali makan dan minum. Dengan demikian, kalangan ini mempunyai prinsip bahwa puasa adalah menahan makan dan minum saja. Adapun melakukan hubungan intim dibolehkan. Belum lagi salah seorang tokohnya al-Mazandirani menyatakan bahwa orang yang malas berpuasa maka jangan berpuasa. Lebih jelasnya dia menyatakan; Allah memaafkan (untuk tidak berpuasa) bagi yang musafir, sakit, wanita hamil dan menyusui, lanjut usia dan bagi  ‘YANG MALAS’. 2. Nushyairiyah. Para pembaca mayoritasnya sudah mengetahui tentang hakikat Nushairiyah. Salah satunya bisa dilihat dalam buku ensiklopedia yang diterbitkan oleh WAMI. Aliran ini berkembang terlebih khusus di Negara-negara Syam, di antara basisnya adalah di Suriah. Di antara ideloginya berkaitan dengan puasa adalah berseberangan dengan Bahaiyah. Ketika Bahaiyah membolehkan berhubungan intim dengan istri di siang hari maka Nushariyah justru mempunyai prinsip menahan diri dari melakukan hubungan intim dengan istri di siang hari. Adapun makan dan minum di waktu siang, bagi mereka adalah sah-sah saja. 3. Syiah Imamiyah Sebutan lain dari sekte ini adalah Rafidhah, Itsna ‘Asyariyah, Jakfariyah, atau al-Qifari menyatakan bahwa sebutan lainnya adalah ‘Syiah’ saja. Artinya, jika disebut kata Syi’ah maka maksudnya adalah Syi’ah Imamiyah. Hal ini dikarenakan aliran ini merupakan kelompok mayoritas dari kelompok-kelompok Syi’ah yang ada. Ketika kaum muslimin menyatakan bahwa batas akhir hari dalam berpuasa adalah ketika Matahari sudah terbenam. Justru kalangan ini menyatakan bahwa batas akhir waktu berpuasa adalah beberapa saat seteleh matahari terbenam. Sebagian kalangan yang pernah mengikuti buka bersama dengan sekte ini, mereka berbuka puasa ketika waktu sudah mendekati waktu shalat Isya. Kalangan Syi’ah yang suka mengakhirkan shalat Magrib dan mengakhirkan berbuka puasa hingga menjelang waktu Isya jelas bertentangan dengan dalil yang ada dalam Aa-Qur’an, hadits Nabi SAW dan Ijma’ ulama Islam (pembaca bisa merujuk ke dalam buku-buku hadits dan fikih). Bahkan, mereka sebenarnya menyelisihi ulama mereka sendiri. Di antaranya adalah perkataan Ja’far as-Shadiq; Jika matahari telah tenggelam, maka sudah halal untuk berbuka dan shalat (Magrib)”. (Man La Yahdhuruhul Faqih, 1/142., Wasail as Syi’ah, 9/165). Sumber Berita Ini Dari https://www.kiblat.net/2014/06/23/mendeteksi-aliran-sesat-melalui-devinisi-puasa/
http://dlvr.it/RTfv95

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Mendeteksi Aliran Sesat Melalui Definisi Puasa"

Post a Comment